Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Gaza, itulah nama hamparan tanah yang
luasnya tidak lebih dari 360 km persegi. Berada di Palestina Selatan,
“terjepit” di antara tanah yang dikuasai penjajah Zionis Israel, Mesir,
dan laut Mediterania, serta dikepung dengan tembok di sepanjang
daratannya.
Sudah lama Israel “bernafsu” menguasai wilayah
ini. Namun, jangankan menguasai, untuk bisa masuk ke dalamnya saja
Israel sangat kesulitan.
Sudah banyak cara yang mereka
lakukan untuk menundukkan kota kecil ini. Blokade rapat yang membuat
rakyat Gaza kesulitan memperoleh bahan makanan, obat-obatan, dan energi,
telah dilakukan sejak 2006 hingga kini. Namun, penduduk Gaza tetap
bertahan, bahkan perlawanan Gaza atas penjajahan Zionis semakin menguat.
Akhirnya
Israel melakukan serangan “habis-habisan” ke wilayah ini sejak 27
Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Mereka “mengguyurkan” ratusan ton
bom dan mengerahkan semua kekuatan hingga pasukan cadangannya.
Namun, sekali lagi, negara yang tergolong memiliki militer terkuat di dunia ini harus mundur dari Gaza.
Di
atas kertas, kemampuan senjata AK 47, roket anti tank RPG, ranjau,
serta beberapa jenis roket buatan lokal yang biasa dipakai para
mujahidin Palestina, tidak akan mampu menghadapi pasukan Israel yang
didukung tank Merkava yang dikenal terhebat di dunia. Apalagi menghadapi
pesawat tempur canggih F-16, heli tempur Apache, serta ribuan ton “bom
canggih” buatan Amerika Serikat.
Akan tetapi di sana ada
“kekuatan lain” yang membuat para mujahidin mampu membuat “kaum
penjajah” itu hengkang dari Gaza dengan muka tertunduk, walau hanya
dengan berbekal senjata-senjata kuno.
Itulah pertolongan
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada para pejuangnya yang
taat dan ikhlas. Kisah tentang munculnya “pasukan lain” yang ikut
bertempur bersama para mujahidin, semerbak harum jasad para syuhada,
serta beberapa “peristiwa aneh” lainnya selama pertempuran, telah
beredar di kalangan masyarakat Gaza, ditulis para jurnalis, bahkan
disiarkan para khatib Palestina di khutbah-khutbah Jumat mereka.
Berikut ini adalah rangkuman “kisah-kisah ajaib” tersebut dari berbagai sumber untuk kita ingat dan renungkan.
Pasukan “Berseragam Putih” di Gaza ...
Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.
Suatu
hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga Dardunah
yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, tepatnya di
jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.
Seluruh
anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah satu
anak laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang al-Qassam.
Saat
diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan (25/1/2009),
mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu menjawab
dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju hitam-hitam.
Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga laki-laki
malang itu pingsan.
Selama tiga hari berturut-turut,
setiap ditanya, laki-laki itu menjawab bahwa para pejuang al-Qassam
memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara itu naik pitam dan mengatakan
dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu berseragam putih!”
Cerita
lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade
Izzuddin al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan
lain” yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh
sekelompok pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari
kelompok Hamas atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan
kelompok mana-mana. Saya cuma sopir ambulan.”
Akan tetapi tentara Israel itu masih bertanya,
“Pasukan yang berpakaian putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?”
Si
sopir pun kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada
di belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.
Cerita
mengenai “pasukan tidak dikenal” juga datang dari seorang penduduk
rumah susun wilayah Tal Islam yang handak mengungsi bersama keluarganya
untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel.
Di tangga rumah ia melihat beberapa pejuang menangis.” Kenapa kalian menangis?” tanyanya.
“Kami
menangis bukan karena khawatir keadaan diri kami atau takut dari
musuh. Kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Di sana ada
kelompok lain yang bertempur memporak-porandakan musuh, dan kami tidak
tahu dari mana mereka datang,” jawabnya.
Saksi Serdadu Israel ...
Cerita
tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh mujahidin
Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel sendiri
menyatakan hal serupa.
Situs al-Qassam memberitakan bahwa
TV Channel 10 milik Israel telah menyiarkan seorang anggota pasukan
yang ikut serta dalam pertempuran Gaza dan kembali dalam keadaan buta.
“Ketika
saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi saya
dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya buta,”
kata anggota pasukan ini.
Di tempat lain ada serdadu
Israel yang mengatakan mereka pernah berhadapan dengan “hantu”. Mereka
tidak diketahui dari mana asalnya, kapan munculnya, dan ke mana
menghilangnya.
Masih dari Channel 10, seorang tentara Israel lainnya mengatakan,
“Kami
berhadapan dengan pasukan berbaju putih-putih dengan jenggot panjang.
Kami tembak dengan senjata, akan tetapi mereka tidak mati.”
Cerita ini menggelitik banyak pemirsa. Mereka bertanya kepada Channel 10, siapa sebenarnya pasukan berseragam putih itu?
Apakah
pasukan berbaju putih itu adalah MALAIKAT bantuan Allah, sebagaimana
Allah telah membantu dalam perang Badar dalam Al Quran?
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut".(QS 8 : 9)
Suara Tak Bersumber ...
Ada
lagi kisah karamah mujahidin yang kali ini disebutkan oleh khatib
masjid Izzuddin Al Qassam di wilayah Nashirat Gaza yang telah
ditayangkan oleh TV channel Al Quds, yang juga ditulis oleh Dr
Aburrahman Al Jamal di situs Al Qassam dengan judul Ayaat Ar Rahman fi
Jihad Al Furqan (Ayat-ayat Allah dalam Jihad Al Furqan).
Sang
khatib bercerita, seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang
telah disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan
tersebut.
“Saya telah menanam sebuah ranjau. Saya kemudian
melihat sebuah helikopter menurunkan sejumlah besar pasukan disertai
tank-tank yang beriringan menuju jalan tempat saya menanam ranjau,” kata
pejuang tadi.
Akhirnya, sang pejuang memutuskan untuk
kembali ke markas karena mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal.
Maklum, jumlah musuh amat banyak.
Akan tetapi, sebelum
beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar suara “Utsbut,
tsabatkallah” yang maknanya kurang lebih, “tetaplah di tempat maka Allah
menguatkanmu.” Ucapan itu ia dengar berulang-ulang sebanyak tiga kali.
“Saya
mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu
kapada saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorang
pun yang bersama saya,” ucap mujahidin itu, sebagaimana ditirukan sang
khatib.
Akhirnya sang mujahid memutuskan untuk tetap
berada di lokasi. Ketika sebuah tank melewati ranjau yang tertanam,
sesuatu yang “ajaib” terjadi. Ranjau itu justru meledak amat dahsyat.
Tank yang berada di dekatnya langsung hancur. Banyak serdadu Israel
meninggal seketika. Sebagian dari mereka harus diangkut oleh helikopter.
“Sedangkan saya sendiri dalam keadaan selamat,” kata mujahid itu lagi,
melalui lidah khatib.
Cerita yang disampaikan oleh
seorang penulis Mesir, Hisyam Hilali, dalam situs alraesryoon.com, ikut
mendukung kisah-kisah sebelumnya. Abu Mujahid, salah seorang pejuang
yang melakukan ribath (berjaga) mengatakan,
“Ketika saya
mengamati gerakan tank-tank di perbatasan kota, dan tidak ada seorang
pun di sekitar, akan tetapi saya mendengar suara orang yang bertasbih
dan beritighfar. Saya berkali-kali mencoba untuk memastikan asal suara
itu, akhirnya saya memastikan bahwa suara itu tidak keluar kecuali dari
bebatuan dan pasir.”
Sudah Meledak, Ranjau Masih Utuh ...
Sebuah
kejadian “aneh” terjadi di Gaza Selatan, tepatnya di daerah AI
Maghraqah. Saat itu para mujahidin sedang memasang ranjau. Di saat
mengulur kabel, tiba-tiba sebuah pesawat mata-mata Israel memergoki
mereka. Bom pun langsung jatuh ke lokasi itu.
Untunglah
para mujahidin selamat. Namun, kabel pengubung ranjau dan pemicu yang
tadi hendak disambung menjadi terputus. Tidak ada kesempatan lagi untuk
menyambungnya, karena pesawat masih berputar-putar di atas.
Tak
lama kemudian, beberapa tank Israel mendekati lokasi di mana
ranjau-ranjau tersebut ditanam. Tak sekadar lewat, tank-tank itu malah
berhenti tepat di atas peledak yang sudah tak berfungsi itu.
Apa
daya, kaum Mujahidin tak bisa berbuat apa-apa. Kabel ranjau jelas tak
mungkin disambung, sementara tank-tank Israel telah berkumpul persis di
atas ranjau.
Mereka merasa amat sedih, bahkan ada yang
menangis ketika melihat pemandangan itu. Sebagian yang lain berdoa,
“allahumma kama lam tumakkinna minhum, allahumma la tumakkin lahum,”
yang maknanya, “Ya Allah, sebagaimana engkau tidak memberikan kesempatan
kami menghadapi mereka, jadikanlah mereka juga tidak memiliki
kesempatan serupa.”
Tiba-tiba, ketika fajar tiba,
terjadilah keajaiban. Terdengar ledakan dahsyat persis di lokasi
penanaman ranjau yang tadinya tak berfungsi.
Setelah
Tentara Israel pergi dengan membawa kerugian akibat ledakan lersebut,
para mujahidin segera melihal lokasi ledakan. Sungguh aneh, ternyata
seluruh ranjau yang telah mereka tanam itu masih utuh. Dari mana
datangnva ledakan? Wallahu a’lam.
Masih dari wilayah Al
Maghraqah. Saat pasukan Israel menembakkan artileri ke salah satu rumah,
hingga rumah itu terbakar dan api menjalar ke rumah sebelahnya, para
mujahidin dihinggapi rasa khawatir jika api itu semakin tak terkendali.
Seorang
dari mujahidin itu lalu berdoa, “Wahai Dzat yang merubah api menjadi
dingin dan tidak membahayakan untuk Ibrahim, padamkanlah api itu dengan
kekuatan-Mu.”
Maka, tidak lebih dari tiga menit, api pun
padam. Para mujahidin menangis terharu karena mereka merasa Allah
Subhanuhu wa Ta’ala (SWT) telah memberi pertolongan dengan terkabulnya
doa mereka dengan segera.
Merpati dan Anjing ...
Di saat para mujahidin terjepit, hewan-hewan dan alam tiba-tiba ikut membantu, bahkan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan.
Seorang
mujahid Palestina menuturkan “kisah aneh” lainnya kepada situs
Filithin Al Aan (25/1/ 2009). Saat bertugas di wilayah Jabal Ar Rais,
sang mujahid melihat seekor merpati terbang dengan suara melengking,
yang melintas sebelum rudal-rudal Israel berjatuhan di wilayah itu.
Para mujahidin yang juga melihat merpati itu langsung menangkap adanya isyarat yang ingin disampaikan sang merpati.
Begitu
merpati itu melintas, para mujahidin langsung berlindung di tempat
persembunyian mereka. Ternyata dugaan mereka benar. Selang beberapa saat
kemudian bom-bom Israel datang menghujan. Para mujahidin itu pun
selamat.
Adalagi “cerita keajaiban” mengenai seekor
anjing, sebagaimana diberitakan situs Filithin Al Aan. Suatu hari,
tatkala sekumpulan mujahidin Al Qassam melakukan ribath di front pada
tengah malam, tiba-tiba muncul seekor anjing militer Israel jenis
doberman. Anjing itu kelihatannya memang dilatih khusus untuk membantu
pasukan Israel menemukan tempat penyimpanan senjata dan persembunyian
para mujahidin.
Anjing besar ini mendekat dengan
menampakkan sikap tidak bersahabat. Salah seorang mujahidin kemudian
mendekati anjing itu dan berkata kepadanya, “Kami adalah para mujahidin
di jalan Allah dan kami diperintahkan untuk tetap berada di tempat ini.
Karena itu, menjauhlah dari kami, dan jangan menimbulkan masalah untuk
kami.”
Setelah itu, si anjing duduk dengan dua tangannya
dijulurkan ke depan dan diam. Akhirnya, seorang mujahidin yang lain
mendekatinya dan memberinya beberapa korma. Dengan tenang anjing itu
memakan korma itu, lalu beranjak pergi.
Kabut pun Ikut Membantu ...
Ada
pula kisah menarik yang disampaikan oleh komandan lapangan Al Qassam
di kamp pengungsian Nashirat, langsung setelah usai shalat dhuhur di
masjid Al Qassam (17/1/2009).
Saat itu sekelompok
mujahidin yang melakukan ribath di Tal Ajul terkepung oleh tank-tank
Israel dan pasukan khusus mereka. Dari atas, pesawat mata-mata terus
mengawasi.
Di saat posisi para mujahidin terjepit, kabut
tebal tiba-tiba turun di malam itu. Kabut itu telah menutupi pandangan
mata tentara Israel dan membantu pasukan mujahidin keluar dari kepungan.
Kasus
serupa diceritakan oleh Abu Ubaidah. salah satu pemimpin lapangan Al
Qassam, sebagaimana ditulis situs almesryoon.com (sudah tidak bisa
diakses lagi). la bercerita bagaimana kabut tebal tiba-tiba turun dan
membatu para mujahidin untuk melakukan serangan.
Awalnya,
pasukan mujahiddin tengah menunggu waktu yang tepat untuk mendekati
tank-tank tentara Israel guna meledakkannya. “Tak lupa kami berdoa
kepada Allah agar dimudahkan untuk melakukan serangan ini,” kata Abu
Ubaidah.
Tiba-tiba turunlah kabut tebal di tempat
tersebut. Pasukan mujahidin segera bergerak menyelinap di antara
tank-tank, menanam ranjau-ranjau di dekatnya, dan segera meninggalkan
lokasi tanpa diketahui pesawat mata-mata yang memenuhi langit Gaza, atau
oleh pasukan infantri Israel yang berada di sekitar kendaraan militer
itu. Lima tentara Israel tewas di tempat dan puluhan lainnya luka-luka
setelah ranjau-ranjau itu meledak.
Karena kekejaman zionis yahudi, semua makhluk Allah melawannya, Maha benar sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya:
Tidak
akan terjadi hari kiamat, hingga muslimin memerangi Yahudi.
Orang-orang Islam membunuh Yahudi sampai Yahudi bersembunyi di balik
batu dan pohon. Namun batu atau pohon berkata, "Wahai muslim, wahai
hamba Allah, inilah Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuh saja.
Kecuali pohon Gharqad (yang tidak demikian), karena termasuk pohon
Yahudi." (HR Muslim dalam Shahih Jami' Ash-shaghir no. 7427)
“
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Itulah (karunia Allah yang
dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya
orang-orang yang kafir.” (QS 8: 17-18)
Selamat Dengan al-Qur’an ...
Cerita
ini bermula ketika salah seorang pejuang yang menderita luka memasuki
rumah sakit As Syifa’. Seorang dokter yang memeriksanya kaget ketika
mengetahui ada sepotong proyektil peluru bersarang di saku pejuang
tersebut.
Yang membuat ia sangat kaget adalah timah panas
itu gagal menembus jantung sang pejuang karena terhalang oleh sebuah
buku doa dan mushaf al-Qur’an yang selalu berada di saku sang pejuang.
Buku
kumpulun doa itu berlobang, namun hanya sampul muka mushaf itu saja
yang rusak, sedangkan proyektil sendiri bentuknya sudah “berantakan”.
Kisah
ini disaksikan sendiri oleh Dr Hisam Az Zaghah, dan diceritakannya
saat Festival Ikatan Dokter Yordan sebagaimana ditulis situs partai Al
Ikhwan Al Muslimun (23/1/2009).
Dr. Hisam juga
memperlihatkan bukti berupa sebuah proyektil peluru, mushaf Al Qur’an,
serta buku kumpulan doa-doa berjudul Hishnul Muslim yang menahan peluru
tersebut.
Abu Ahid, imam Masjid AnNur di Hay As Syeikh
Ridzwan, juga punya kisah menarik. Sebelumnya, Israel telah menembakkan 3
rudalnya ke masjid itu hingga tidak tersisa kecuali hanya puing-puing
bangunan. “Akan tetapi mushaf-mushaf Al Quran tetap berada di tampatnya
dan tidak tersentuh apa-apa,” ucapnya seraya tak henti bertasbih.
“Kami
temui beberapa mushaf yang terbuka tepat di ayat-ayat yang mengabarkan
tentang kemenangan dan kesabaran, seperti firman Allah,
“Dan
Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa
musibah mereka berkata, ‘sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah
kami kembali,’ (Al-Baqarah [2]: 155-156),”
jelas Abu Ahid sebagaimana dikutip Islam Online (15/1/2009).
Harum Jasad Para Syuhada ...
Abdullah
As Shani adalah anggota kesatuan sniper (penembak jitu) al-Qassam yang
menjadi sasaran rudal pesawat F-16 Israel ketika sedang berada di pos
keamanan di Nashirat, Gaza.
Jasad komandan lapangan
al-Qassam dan pengawal khusus para tokoh Hamas ini “hilang” setelah
terkena rudal. Selama dua hari jasad tersebut dicari, ternyata sudah
hancur tak tersisa kecuali serpihan kepala dan dagunya.
Serpihan-serpihan tubuh itu kemudian dikumpulkan dan dibawa pulang ke
rumah oleh keluarganya untuk dimakamkan.
Sebelum
dikebumikan, sebagaimana dirilis situs syiria-aleppo.com (24/1/2009),
serpihan jasad tersebut sempat disemayamkan di sebuah ruangan di rumah
keluarganya. Beberapa lama kemudian, mendadak muncul bau harum misk dari
ruangan penyimpanan serpihan tubuh tadi.
Keluarga
Abdullah As Shani’ terkejut lalu memberitahukan kepada orang-orang yang
mengenal sang pejuang yang memiliki kuniyah (julukan) Abu Hamzah ini.
Lalu,
puluhan orang ramai-ramai mendatangi rumah tersebut untuk mencium bau
harum yang berasal dari serpihan-serpihan tubuh yang diletakkan dalam
sebuah kantong plastik.
Bahkan, menurut pihak keluarga, 20
hari setelah wafatnya pria yang tak suka menampakkan amalan-amalannya
ini, bau harum itu kembali semerbak memenuhi rungan yang sama.
Cerita
yang sama terjadi juga pada jenazah Musa Hasan Abu Nar, mujahid Al
Qassam yang juga syahid karena serangan udara Israel di Nashiriyah. Dr
Abdurrahman Al Jamal, penulis yang bermukim di Gaza, ikut mencium bau
harum dari sepotong kain yang terkena darah Musa Hasan Abu Nar. Walau
kain itu telah dicuci berkali-kali, bau itu tetap semerbak.
Ketua
Partai Amal Mesir, Majdi Ahmad Husain, menyaksikan sendiri harumnya
jenazah para syuhada. Sebagaimana dilansir situs Al Quds Al Arabi
(19/1/2009), saat masih berada di Gaza, ia menyampaikan,
“Saya
telah mengunjungi sebagian besar kota dan desa-desa. Saya ingin
melihat bangunan-bangunan yang hancur karena serangan Israel.
Percayalah, bahwa saya mencium bau harumnya para syuhada.”
Dua Pekan Wafat, Darah Tetap Mengalir ...
Yasir
Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan sayap
milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan Mesir
setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka beberapa
bulan lalu.
Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal
al-Qur’an ini sempat mengikuti wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an
di Gaza dan bergabung dengan para mujahidin untuk memperoleh pelatihan
militer. Sebelum masuk Gaza, di pertemuan akhir dengan salah satu
sahabatnya di Rafah, ia meminta didoakan agar memperoleh kesyahidan.
Untung
tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, ia
telah memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah
pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.
Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.
Walau
sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan
evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu masih
mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang yang
sedang tertidur.
Sebelum syahid, para pejuang pernah
menawarkan kepadanya untuk menikah dengan salah satu gadis Palestina,
namun ia menolak. “Saya meninggalkan keluarga dan tanah air dikarenakan
hal yang lebih besar dari itu,” jawabnya.
Kabar tentang
kondisi jenazah pemuda yang memiliki kuniyah Abu Hamzah beredar di
kalangan penduduk Gaza. Para khatib juga menjadikannya sebagai bahan
khutbah Jumat mereka atas tanda-tanda keajaiban perang Gaza. Cerita ini
juga dimuat oleh Arab Times (7/2/ 2009)
Terbunuh 1.000, Lahir 3.000 ...
Hilang
seribu, tumbuh tiga ribu. Sepertinya, ungkapan ini cocok disematkan
kepada penduduk Gaza. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya nyawa 1.412
putra putrinya, terobati dengan lahirnya 3.700 bayi selama 22 hari
gempuran Israel terhadap kota kecil ini.
Hamam Nisman,
Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan pemerintahan
Gaza menyatakan bahwa dalam 22 hari 3.700 bayi lahir di Gaza.
“Mereka
lahir antara tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009, ketika
Israel melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 1.412 rakyat
Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” katanya.
Bulan
Januari tercatat sebagai angka kelahiran tertinggi dibanding
bulan-bulan sebelumnya. Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat di
Gaza. Dan, dalam satu bulan tercatat 3.000 hingga 4.000 kelahiran.
Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3.700
kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1.300 kelahiran. Berarti
dalam bulan Januari terjadi peningkatan kelahiran hingga 1.000 kasus.
Rasio
antara kematian dan kelahiran di Gaza memang tidak sama. Angka
kelahiran, jelasnya lagi, mencapai 50 ribu tiap tahun, sedang kematian
mencapai 5 ribu.
“Israel sengaja membunuh para wanita dan
anak-anak untuk menghapus masa depan Gaza. Sebanyak 440 anak-anak dan
110 wanita telah dibunuh dan 2.000 anak serta 1.000 wanita mengalami
luka-luka.”
- Dari berbagai sumber -
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Apabila kamu melihat suatu keindahan, bersyukurlah karena kamu masih bisa menikmati keindahan yang belum tentu akan kamu bisa lihat lagi.
Jumat, 20 April 2012
Jumat, 06 April 2012
SEJARAH PURWOKERTO
Pada awal Juni 2001, W.S. Rendra menghubungi penulis untuk
mempertanyakan keberadaan riwayat kota Purwokerto yang menurutnya aneh
jika tidak menjadi salah satu pusat kekuasaan politik pada masa lampau.
Anggapan Rendra ada benarnya karena di sebelah barat kota Purwokerto
pada zaman Hindu Buddha dan Islam dikenal ada kerajaan Pasirluhur
sebagaimana dikisahkan dalam teks Babad Pasir yang ditulis di Pasir
Wetan dan telah dipublikasikan oleh J. Knebel (1900).
Teks Babad Pasir menjelaskan bahwa kerajaan Pasirluhur adalah kerajaan yang merdeka. Artinya, Pasirluhur bukan daerah bawahan, baik Majapahit maupun Pajajaran. Berbeda dengan Kadipaten Wirasaba yang berkedudukan sebagai kerajaan bawahan atau daerah Majapahit. Teks-teks tembang Babad Pasir melegitimasikan kerajaan Pasirluhur yang
dikuasai oleh keturunan Arya Bangah yang berasal dari Galuh. Arya Bangah adalah
cikal-bakal raja-raja Pasirluhur. Silsilah Arya Bangah memang tidak dicantumkan
dalam teks Babad Pasir. Namun, silsilah Pasir Wetan dan teks Babadipun Dusun
Perdikan Gumelem mencantumkan raja-raja Pasirluhur yang juga diklaim sebagai raja-raja Galuh.
Tabel 1.
Silsilah Awal Pasirluhur
No. / Silsilah Pasir Wetan / Babadipun Dusun Perdikan Gumelem
1. / Aria Panukar / Arya Bangah = Panular
2. / Dewa Rangka Agung / Dewa Gung
3. / Dewa Manda Rangka / Agung Dewa
4. / Dewa Cirung Rangka / Carang Rahang
5. / Dewa Cirung Gandul / Hami Daha
6. / Kandha Daha Kandha / Daha
7. / Ciptarasa / Ciptarasa
(Sumber: Priyadi, 2007: 117).
Tokoh Arya Bangah hingga Kandha Daha adalah raja-raja Pasirluhur yang disebut juga raja-raja Galuh (lihat Tabel 1) karena asal-mula tokoh cikal-bakal memang berasal dari Galuh, yaitu kerajaan yang didirikan oleh Wertikandayun setelah runtuhnya Tarumanegara. Informasi itu dituturkan oleh kitab Sunda Kuna, Carita Parahiyangan. Tokoh Arya Bangah yang bertempur dengan Siyung Wanara adalah tokoh-tokoh babad yang berasal dari tokoh sejarah seperti yang tercantum dalam Carita Parahiyangan, Hariang Banga dan Sang Manarah (Atja & Saleh
Danasasmita, 1981: 43). Hariang Banga adalah anak dari Rahyang Tamperan atau Rakai Panaraban dengan Pangrenyep. Rakai Panaraban adalah anak Sanjaya (Raja Mataram Kuna). Jadi, Hariang Banga adalah cucu Sanjaya. Manarah adalah anak Permanadikusuma, cucu Wijayakusuma, buyut Purbasora. Purbasora adalah uwak Sanjaya. Perang antara Banga dan Manarah merupakan perang besar sesama saudara yang dapat didamaikan oleh Demunawan (adik Purbasora). Kedua belah pihak yang bertikai kawin dengan cicit atau buyut Demunawan. Manarah kawin dengan Kencana Wangi, sedangkan Banga kawin dengan Kencana Sari. Selama 20 tahun, Banga menjadi raja bawahan Manarah dan 7 tahun sebagai raja merdeka (raja Sunda). Banga bergelar Prabu Krtabhuwana Yasawiguna Haji Mulya (739 – 766 M). Beliau wafat pada tahun 784 M dalam usia 61 tahun. Gelar Banga di atas terdapat unsur kºta dan yasa yang searti dengan kerta. Dengan demikian, Banga
berkuasa pada masa sesudah Sanjaya dan Rakai Panaraban. Rakai Panaraban menurut Prasasti Wanua Tengah III (908 M) berkuasa pada tahun 706 – 725 Saka atau 784 – 803 M (Atmosudiro dkk., 2001: 4; bdk. Darmosoetopo, 2003: 29), sedangkan menurut Carita Parahiyangan pada tahun 732 – 739 M (Atja & Saleh Danasasmita, 1981: 50). Perbedaan kesaksian antara Carita Parahiyangan dengan Prasasti Wanua Tengah III memerlukan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
Sementara itu, berita dari Dinasti T’ang menyebutkan bahwa antara tahun 627 dan 649, utusan Ho-ling dan utusan dari suatu kerajaan yang berada di sebelah baratnya, yaitu T’o-p’o-teng menghadap kaisar Cina. Van der Meulen (1988: 79) menafsirkan bahwa kerajaan itu diterjemahkan menjadi Purwokerto (yang disusun di permulaan). T’o-p’o-teng menurutnya merupakan bacaan dari Tata Weteng yang searti dengan Purwokerto. Dalam rangka memperkuat argumentasinya, Van der Meulen menyebutkan adanya toponim Metenggeng dan Bobotsari, yang juga searti dengan Tata Weteng.
Ho-ling pada masa itu yang berkuasa menurut Tabel 2 mestinya raja sebelum ayah Kertikeyasingha (632 – 649 M) untuk menunjuk tahun 627, sedangkan untuk tahun 649 dapat bertepatan dengan masa kekuasaan sang ayah atau Prabu Kertikeyasingha sendiri (649 – 674 M). Kertikeyasingha adalah suami Dewi Sima (674 – 695 M).
Dugaan T’o-p’o-teng sama dengan Pasirluhur yang selama ini ditafsirkan perlu ditinjau lagi. Berarti ada kerajaan lain, yaitu Galuh Purba (Sempakwaja-Purbasora) atau Galuh Baru (Mandiminyak-Senna)? Van der Meulen (1988: 79) berpendapat bahwa Galuh Purba berkuasa atas Purwokerto yang berada di sebelah barat Holing (Bagelen). Pendapat Van der Meulen dapat dilihat dari adanya tiruan topografi Galuh di sekitar Pasirluhur. Ada kemungkinan bahwa Pasirluhur sudah ada sebelum Arya Bangah atau Hariang Banga berkuasa. Atau dapat ditafsirkan bahwa ada dua periode awal Purwokerto, yaitu (1) periode T’o-p’o-teng dan (2) periode Pasirluhur. Periode yang pertama bersamaan dengan keberadaan Ho-ling, sedangkan periode kedua bertepatan dengan masa Hindu Buddha di Jawa.
Tabel 2.
Raja-Raja Ho-ling
No. / Periode / Lama / Nama dan Gelar / Keterangan
1. / 554-570 Ç = 632-649 M / 16 / Ayah Prabu Kertikeyasingha
2. / 570-596 Ç = 649-674 M / 26 / Prabu Kertikeyasingha Mertua Mandiminyak
3. / 596-617 Ç = 674-695 M / 21 / Dewi Sima = Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikeswara Istri Prabu Kertikeyasingha
4. / 617-664 Ç = 695-742 M / 47 / Rakryan Narayana = Prabu Iswara Kesawalingga Jagatnala Buwanatala
5. / 664-682 Ç = 742-760 M / 18 / Rakyan Dewasingha = Prabu Iswaralingga Jagatnata / 676 Ç pindah ke Jawa Timur (Warugasik) di Kadatwan Linggapura. Mertua Sanjaya
6. / 682-711 Ç = 760-789 M / 29 / Rakryan Limwa = Prabu Gajayana Linggajagatna
(Sumber: Ayatrohaedi & Atja, 1991: 80 – 81).
Pada periode Hindu Buddha di Jawa, Purwokerto menceritakan hegemoni Pasirluhur atas wilayah yang jelas, yakni sebelah utara Sungai Serayu. Pada masa Adipati Kandha Daha, Pasirluhur bersekutu dengan 25 kerajaan kecil di sekitar DAS Serayu, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, serta pesisir selatan Jawa Tengah. Salah satunya adalah Adipati Mersi. Adipati Mersi mempunyai rivalitas dengan Adipati Kabakan yang dilestarikan pada cerita tutur masyarakat Arcawinangun. Kabakan tampaknya menunjukkan wilayah yang dikuasai oleh Sang Baka. Dalam perkelahian, Adipati Mersi terbunuh dan dibuang ke saluran air bawah tanah yang terbuat dari batu. Masyarakat Arcawinangun yang sudah melihat saluran itu memberikan kesaksian yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan bahwa diatas saluran itu dipahatkan huruf Jawa Kuna, tapi ada pula yang mengatakan huruf Arab yang dituliskan. Jasad Adipati Mersi muncul terapung-apung di bale kambang (sekarang lapangan Mersi). Memang saluran itu muncul di Mersi setelah berkelak-kelok di Arcawinangun. Rupanya, Sang Baka juga membuat sungai baru ke arah barat bagi Sungai Pelus, tapi sungai itu batal direalisasikan dan masyarakat menyebut sungai itu Kali Bakal (calon sungai). Penamaan itu tampaknya rancu, mestinya Kali Baka atau Sungai Baka. Kasus pemindahan aliran Sungai Pelus sama pada kasus pembangunan candi Prambanan. Apa yang disebut dengan Makam Astana Dhuwur Mbah Karta adalah reruntuhan candi yang tidak terpelihara. Anehnya, orang Belanda yang membangun bendungan itu malah memanfaatkan batu-batu candi tersebut.
Catatan mengenai reruntuhan candi tersebut tidak dicantumkan dalam artikel yang
ditulis oleh Van Dapperen (1932). Agaknya penulis Belanda tersebut belum mengobservasi situs-situs bagian bawah aliran Sungai Pelus. Di samping, Astana
Dhuwur, juga ada Astana Rawen sebagai pemujaan dewa matahari (Suryya). Di Arcawinangun, ada pantangan pertunjukan wayang kulit dengan lakon Parikesit, lakon pasca-perang Baratayuda. Hubungan Arcawinangun dengan Mersi diposisikan dalam cerita itu. Mersi menurut cerita tutur disebut sebagai tempat tinggal maharesi, Durna. Aswatama dari Mersi mencoba membunuh Parikesit, tetapi ia sendiri yang terbunuh dan jasadnya dibuang ke dalam saluran air bawah tanah seperti dinyatakan oleh cerita tutur versi lain. Reruntuhan candi di Arcawinangun selain dihubungkan dengan Adipati Kabakan dan cerita wayang Parikesit, juga direlasikan dengan cerita Kamandaka seperti yang dituturkan teks Babad Pasir. Namun, kiranya reruntuhan candi itu berasal dari masa yang tidak terlalu jauh setelah Prambanan. Tokoh Baka sering dihubungkan dengan perebutan kekuasaan antara Rakai Pikatan dan Balaputradewa. Tokoh Baka juga dekat sekali dengan kisah legenda candi Prambanan.
Keberadaan Pasirluhur menurut teks Babad Pasir merupakan sejarah panjang dari masa Hariang Banga (dari zaman Mataram Kuna) hingga Banyak Belanak yang berkuasa pada masa Demak. Pasirluhur adalah kerajaan merdeka yang menggalang kesatuan konsentris dengan 25 negeri, tetapi lebih menonjolkan relasinya dengan Pajajaran. Pajajaran diperhitungkan sebagai kekuatan yang terdekat dengan Pasirluhur, selain Majapahit. Teks Babad Pasir menggambarkan ada tiga kekuatan di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran (di arah barat), Pasirluhur (di tengah), dan Majapahit (di timur). Pada masa Majapahit, di Banyumas muncul kekuatan lain, yaitu Wirasaba, sebagai kerajaan daerah bawahan Majapahit. Wirasaba identik dengan Paguhan yang secara berangsur-angsur berubah menjadi Paguwon atau Peguwon. Desa Paguwon sebagai sisa-sisa kadipaten Wirasaba yang sekarang terletak di kota Purwokerto yang dipilih untuk menggantikan ibu kota Kabupaten Ajibarang.
Awal-mula berdirinya Kabupaten Ajibarang ketika Perang Diponegoro selesai, Banyumas sebagai daerah mancanegara kilen diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan dibentuk Karesidenan Banyumas. Di Banyumas, ada dua pejabat wedana bupati, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Wafatnya Kangjeng Raden Adipati Mertadiredja I atau Bratadiningrat pada tanggal 23 September 1830 (6 Rabingulakir 1758 Je) (Soedarmadji, 1991:48) yang menjadikan Tumenggung Sokaraja, Bratadimedja diangkat sebagai penggantinya dengan gelar nunggak semi Mertadiredja II. Ketika pembentukan Karesidenan Banyumas, Kasepuhan dan Kanoman dihapuskan.
Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch membuat surat keputusan (berupa rencana pembentukan Karesidenan, afdeeling, dan kabupaten di Karesidenan Banyumas) tertanggal 18 Desember 1830 yang hanya menyebut empat kabupaten, yaitu Banyumas (Banjoemas), Ajibarang (Adji-Baran), Dayeuhluhur (Daijoe-Loehoer), dan Purbalingga (Probolingo). Namun, dalam Resolutie van den 22 Agustus 1831, No.1 telah diangkat 5 orang pejabat bupati di Karesidenan Banyumas, yakni:
(1) Ngabehi Cakranegara dari Purwokerto diangkat menjadi bupati Banyumas,
(2) Raden Tumenggung Mertadiredja II, Wedana Bupati Kanoman Banyumas diangkat menjadi Bupati Ajibarang,
(3) Ngabehi Dipayuda dari Ngayah diangkat menjadi Bupati Banjarnegara,
(4) Tumenggung Prawiranegara tetap di Dayeuhluhur, dan
(5) Tumenggung Dipakusuma tetap di Purbalingga. Kelima pejabat di atas semuanya memakai gelar raden tumenggung (Priyadi, 2004: 159).
Tabel 3 yang menunjukkan karier Kangjeng Kalibogor, yaitu tokoh bupati pertama yang dimakamkan di Kalibogor, yaitu Kangjeng Pangeran Arya Mertadiredja II, yang wafat pada tanggal 20 September 1853 (Soedarmadji, 1991: 51) adalah tokoh yang mendirikan kota Purwokerto.
Tabel 3.
Karier Kangjeng Kalibogor
No. / Nama Jabatan / Nama Pejabat / Awal Jabatan
1. / Mantri Anom / Kraton Surakarta / Mas Wirjanadpada
2. / Ngabehi Sokaraja / Raden Ngabehi Sumadiredja / 13 Mei 1815
3. / Ngabehi Sokaraja / Ngabehi Bratadimedja / 26 Juli 1825
4. / Tumenggung Sokaraja / Tumenggung Bratadimedja / 21 Juni 1830
5. / Wedana / Bupati Banyumas Kanoman / Raden Tumenggung Mertadiredja II / 21 Nopember 1830
6. / Bupati Ajibarang / Raden Adipati Mertadiredja II / 22 Agustus 1831
7. / Bupati Purwokerto / Raden Adipati Mertadiredja II / 6 Oktober 1832
(Sumber : Soedarmadji, 1991: 46 – 51).
Raden Adipati Mertadiredja II berdasarkan Resolutie No. 1 tertanggal 22 Agustus 1831 menjabat bupati Ajibarang yang secara legenda menggantikan Tumenggung Jayasinga dengan wilayah meliputi distrik Purwokerto, Ajibarang, Jatilawang, dan Jambu (Atmodikoesoemo, 1988: 85). Jayasinga terkenal juga dengan nama Singadipa. Tokoh ini adalah salah seorang pemimpin Perang Jawa yang berasal dari Ajibarang. Menurut kepercayaan masyarakat Ajibarang, munculnya angin topan itu disebabkan oleh Raden Adipati Mertadiredja II mengambil putri Singadipa menjadi anak angkat. Singadipa adalah orang Banyumas yang menjadi anak buah Pangeran Diponegoro yang sangat anti-Belanda. Bupati Ajibarang pada waktu itu adalah bawahan Belanda sehingga Singadipa yang sedang menyamar tidak mengizinkan maksud Raden Adipati Mertadiredja II. Angin topan yang diceritakan secara tutur berlangsung 40 hari 40 malam menyebabkan kerusakan yang parah sehingga ibu kota dipindahkan ke desa Peguwon.
Perpindahan ke Purwokerto tercatat oleh Pangeran Mertadiredja III pada tanggal 6 Oktober 1832 (Soedarmadji, 1981: 5 & 1991: 51). Jadi, kabupaten Ajibarang hanya berlangsung dari tanggal 22 Agustus 1831 hingga 6 Oktober 1832. Jadi, hanya 1 tahun 1 bulan 15 hari. Perpindahan ke Purwokerto menjadikan Raden Adipati Mertadiredja II disebut sebagai pendiri kota Purwokerto dan tanggal 6 Oktober 1832 adalah hari jadi kabupaten atau kota Purwokerto sebagai pusat politik baru. Nama Kabupaten Ajibarang diganti dengan nama Kabupaten Purwokerto. Tabel 4 menunjukkan para bupati yang pernah
menjabat di Purwokerto sebelum dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1936.
Penghapusan Kabupaten Purwokerto pada tanggal 1 Januari 1936 dan digabung dengan Kabupaten Banyumas, terdapat dua ibu kota kabupaten, yakni Banyumas dan Purwokerto. Pada waktu itu, Banyumas adalah kota terbesar di karesidenan Banyumas. Banyumas sebelum Belanda mengambil alih adalah ibu kota mancanegara kilen dengan ukuran luas alun-alun yang berbeda dengan kabupaten lainnya. Kabupaten Purwokerto adalah kabupaten kecil. Bupati Banyumas pada waktu itu adalah Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata, bukan Kangjeng Pangeran Arya Gandasubrata seperti disebut oleh Brotodiredjo & Ngatidjo Darmosuwondo (1969: 83) pada buku karya bersama mereka. Ibu kota karesidenan dan kabupaten Banyumas dipindahkan ke Purwokerto pada tanggal 26 Pebruari 1936. Pendapa Si Panji dipindahkan ke Purwokerto pada bulan Januari 1937, sedangkan Raden Tumenggung Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata pindah ke Purwokerto pada tanggal 5 Maret 1937 (Soedarmadji, 1981: 6). Dipindahkannya Pendapa Si Panji disebabkan oleh perkiraan bahwa pendapa kabupaten Purwokerto akan roboh karena banyak tiang kayunya yang keropos, sebaliknya Pendapa Si Panji yang usianya jauh lebih tua ketika dibongkar tidak ada bagian yang rusak (Gandasubrata, 1952: 28).
Mengapa Sudjiman lebih memilih Purwokerto sebagai ibu kota kabupaten Banyumas?
Menurut Sudjiman, kota Purwokerto lebih strategis dan dapat berkembang seiring dibukanya jalan kereta api. Namun, alasan yang subjektif adalah:
Tabel 4.
Para Pejabat Bupati Purwokerto
No. / Periode / Nama Pejabat Bupati / Keterangan
1. / 1832 – 1853 / Kangjeng Pangeran Arya Mertadiredja II / Putra Mertadiredja I, wedana bupati Kanoman Banyumas.
2. / 1853 – 1860 / Raden Tumenggung Djojodiredjo / Putra Ngabehi Kertodiredjo,
Menantu Mertadiredja II.
3. / 1860 – 1879 / Raden Adipati Mertadiredja III / Pensiun dengan Gelar Kangjeng
Pangeran Arya, Pindah ke Banyumas.
4. / 1879 – 1882 /Raden Tumenggung Tjokrosaputro / Adik Tumenggung Tjokronegoro II,
mantan bupati Banyumas.
5. / 1882 – 1885 / Lowong Tidak ada bupati.
6. / 1885 – 1905 / Raden Mas Tumenggung Tjokrokusumo / Putra Tumenggung Tjokronegoro II
7. / 1905 – 1920 / Raden Tumenggung Tjokronegoro III / Adik Tumenggung Tjokrosaputro
8. / 1920 – 1924 / Lowong Tidak ada bupati.
9. / 1924 – 1936 / Raden Tumenggung Tjokroadisurjo / Putra Raden Tjokronegoro, bupati
Ponorogo
10. / 1-1-1936 / Kabupaten Purwokerto dihapus / Masuk Kabupaten Banyumas.
(Sumber: Oemarmadi & Koesnadi, 1964: 38).
Sudjiman terlalu mencintai kota Purwokerto seperti kakeknya karena kota itu didirikan oleh kakek buyutnya, Kangjeng Pangeran Mertadiredja II. Kefanatikan Sudjiman terhadap Purwokerto menyebabkan dua orang anaknya diberi nama Adjito, mantan Kepala Pengadilan Negeri Semarang (akronim Ajibarang-Purwokerto) dan Purwoto, mantan Ketua Mahkamah Agung RI (akronim dari Purwokerto).
SIMPULAN
Bacaan yang tepat untuk nama kota Purwokerto adalah Purwakerta. Bacaan Purwokerto adalah bacaan yang memakai bahasa Jawa Yogya-Solo sebagai acuan. Orang-orang Banyumas sendiri menyebut Purwokerto dengan bacaan Puraketa, Praketa, atau Prakerta.
Tanggal 6 Oktober 1832 adalah tanggal bersejarah karena sejak itu,muncul kabupaten Purwokerto setelah kepindahannya dari Ajibarang. Kota Purwokerto dibangun di desa Paguwon atau Peguwon yang diduga merupakan wilayah Kadipaten Wirasaba atau bagian dari daerah kerajaan Paguhan, yaitu suatu kerajaan di bawah Majapahit. Raden Adipati Mertadiredja II adalah perintis atau
pendiri kota Purwokerto sehingga Purwokerto menjadi ibu kota kabupaten Puwokerto setelah kepindahannya dari Ajibarang. Mertadiredja II (pensiun gelar Kangjeng Pangeran) adalah bupati pertama yang dimakamkan di Kalibogor sehingga beliau disebut Kangjeng Kalibogor. Pada tanggal 1 Januari 1936, kabupaten Purwokerto dihapus dan wilayahnya digabungkan dengan kabupaten Banyumas.
Tanggal 26 Pebruari 1936, ibu kota kabupaten dan karesidenan dipindah ke Purwokerto.
Teks Babad Pasir menjelaskan bahwa kerajaan Pasirluhur adalah kerajaan yang merdeka. Artinya, Pasirluhur bukan daerah bawahan, baik Majapahit maupun Pajajaran. Berbeda dengan Kadipaten Wirasaba yang berkedudukan sebagai kerajaan bawahan atau daerah Majapahit. Teks-teks tembang Babad Pasir melegitimasikan kerajaan Pasirluhur yang
dikuasai oleh keturunan Arya Bangah yang berasal dari Galuh. Arya Bangah adalah
cikal-bakal raja-raja Pasirluhur. Silsilah Arya Bangah memang tidak dicantumkan
dalam teks Babad Pasir. Namun, silsilah Pasir Wetan dan teks Babadipun Dusun
Perdikan Gumelem mencantumkan raja-raja Pasirluhur yang juga diklaim sebagai raja-raja Galuh.
Tabel 1.
Silsilah Awal Pasirluhur
No. / Silsilah Pasir Wetan / Babadipun Dusun Perdikan Gumelem
1. / Aria Panukar / Arya Bangah = Panular
2. / Dewa Rangka Agung / Dewa Gung
3. / Dewa Manda Rangka / Agung Dewa
4. / Dewa Cirung Rangka / Carang Rahang
5. / Dewa Cirung Gandul / Hami Daha
6. / Kandha Daha Kandha / Daha
7. / Ciptarasa / Ciptarasa
(Sumber: Priyadi, 2007: 117).
Tokoh Arya Bangah hingga Kandha Daha adalah raja-raja Pasirluhur yang disebut juga raja-raja Galuh (lihat Tabel 1) karena asal-mula tokoh cikal-bakal memang berasal dari Galuh, yaitu kerajaan yang didirikan oleh Wertikandayun setelah runtuhnya Tarumanegara. Informasi itu dituturkan oleh kitab Sunda Kuna, Carita Parahiyangan. Tokoh Arya Bangah yang bertempur dengan Siyung Wanara adalah tokoh-tokoh babad yang berasal dari tokoh sejarah seperti yang tercantum dalam Carita Parahiyangan, Hariang Banga dan Sang Manarah (Atja & Saleh
Danasasmita, 1981: 43). Hariang Banga adalah anak dari Rahyang Tamperan atau Rakai Panaraban dengan Pangrenyep. Rakai Panaraban adalah anak Sanjaya (Raja Mataram Kuna). Jadi, Hariang Banga adalah cucu Sanjaya. Manarah adalah anak Permanadikusuma, cucu Wijayakusuma, buyut Purbasora. Purbasora adalah uwak Sanjaya. Perang antara Banga dan Manarah merupakan perang besar sesama saudara yang dapat didamaikan oleh Demunawan (adik Purbasora). Kedua belah pihak yang bertikai kawin dengan cicit atau buyut Demunawan. Manarah kawin dengan Kencana Wangi, sedangkan Banga kawin dengan Kencana Sari. Selama 20 tahun, Banga menjadi raja bawahan Manarah dan 7 tahun sebagai raja merdeka (raja Sunda). Banga bergelar Prabu Krtabhuwana Yasawiguna Haji Mulya (739 – 766 M). Beliau wafat pada tahun 784 M dalam usia 61 tahun. Gelar Banga di atas terdapat unsur kºta dan yasa yang searti dengan kerta. Dengan demikian, Banga
berkuasa pada masa sesudah Sanjaya dan Rakai Panaraban. Rakai Panaraban menurut Prasasti Wanua Tengah III (908 M) berkuasa pada tahun 706 – 725 Saka atau 784 – 803 M (Atmosudiro dkk., 2001: 4; bdk. Darmosoetopo, 2003: 29), sedangkan menurut Carita Parahiyangan pada tahun 732 – 739 M (Atja & Saleh Danasasmita, 1981: 50). Perbedaan kesaksian antara Carita Parahiyangan dengan Prasasti Wanua Tengah III memerlukan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
Sementara itu, berita dari Dinasti T’ang menyebutkan bahwa antara tahun 627 dan 649, utusan Ho-ling dan utusan dari suatu kerajaan yang berada di sebelah baratnya, yaitu T’o-p’o-teng menghadap kaisar Cina. Van der Meulen (1988: 79) menafsirkan bahwa kerajaan itu diterjemahkan menjadi Purwokerto (yang disusun di permulaan). T’o-p’o-teng menurutnya merupakan bacaan dari Tata Weteng yang searti dengan Purwokerto. Dalam rangka memperkuat argumentasinya, Van der Meulen menyebutkan adanya toponim Metenggeng dan Bobotsari, yang juga searti dengan Tata Weteng.
Ho-ling pada masa itu yang berkuasa menurut Tabel 2 mestinya raja sebelum ayah Kertikeyasingha (632 – 649 M) untuk menunjuk tahun 627, sedangkan untuk tahun 649 dapat bertepatan dengan masa kekuasaan sang ayah atau Prabu Kertikeyasingha sendiri (649 – 674 M). Kertikeyasingha adalah suami Dewi Sima (674 – 695 M).
Dugaan T’o-p’o-teng sama dengan Pasirluhur yang selama ini ditafsirkan perlu ditinjau lagi. Berarti ada kerajaan lain, yaitu Galuh Purba (Sempakwaja-Purbasora) atau Galuh Baru (Mandiminyak-Senna)? Van der Meulen (1988: 79) berpendapat bahwa Galuh Purba berkuasa atas Purwokerto yang berada di sebelah barat Holing (Bagelen). Pendapat Van der Meulen dapat dilihat dari adanya tiruan topografi Galuh di sekitar Pasirluhur. Ada kemungkinan bahwa Pasirluhur sudah ada sebelum Arya Bangah atau Hariang Banga berkuasa. Atau dapat ditafsirkan bahwa ada dua periode awal Purwokerto, yaitu (1) periode T’o-p’o-teng dan (2) periode Pasirluhur. Periode yang pertama bersamaan dengan keberadaan Ho-ling, sedangkan periode kedua bertepatan dengan masa Hindu Buddha di Jawa.
Tabel 2.
Raja-Raja Ho-ling
No. / Periode / Lama / Nama dan Gelar / Keterangan
1. / 554-570 Ç = 632-649 M / 16 / Ayah Prabu Kertikeyasingha
2. / 570-596 Ç = 649-674 M / 26 / Prabu Kertikeyasingha Mertua Mandiminyak
3. / 596-617 Ç = 674-695 M / 21 / Dewi Sima = Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikeswara Istri Prabu Kertikeyasingha
4. / 617-664 Ç = 695-742 M / 47 / Rakryan Narayana = Prabu Iswara Kesawalingga Jagatnala Buwanatala
5. / 664-682 Ç = 742-760 M / 18 / Rakyan Dewasingha = Prabu Iswaralingga Jagatnata / 676 Ç pindah ke Jawa Timur (Warugasik) di Kadatwan Linggapura. Mertua Sanjaya
6. / 682-711 Ç = 760-789 M / 29 / Rakryan Limwa = Prabu Gajayana Linggajagatna
(Sumber: Ayatrohaedi & Atja, 1991: 80 – 81).
Pada periode Hindu Buddha di Jawa, Purwokerto menceritakan hegemoni Pasirluhur atas wilayah yang jelas, yakni sebelah utara Sungai Serayu. Pada masa Adipati Kandha Daha, Pasirluhur bersekutu dengan 25 kerajaan kecil di sekitar DAS Serayu, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, serta pesisir selatan Jawa Tengah. Salah satunya adalah Adipati Mersi. Adipati Mersi mempunyai rivalitas dengan Adipati Kabakan yang dilestarikan pada cerita tutur masyarakat Arcawinangun. Kabakan tampaknya menunjukkan wilayah yang dikuasai oleh Sang Baka. Dalam perkelahian, Adipati Mersi terbunuh dan dibuang ke saluran air bawah tanah yang terbuat dari batu. Masyarakat Arcawinangun yang sudah melihat saluran itu memberikan kesaksian yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan bahwa diatas saluran itu dipahatkan huruf Jawa Kuna, tapi ada pula yang mengatakan huruf Arab yang dituliskan. Jasad Adipati Mersi muncul terapung-apung di bale kambang (sekarang lapangan Mersi). Memang saluran itu muncul di Mersi setelah berkelak-kelok di Arcawinangun. Rupanya, Sang Baka juga membuat sungai baru ke arah barat bagi Sungai Pelus, tapi sungai itu batal direalisasikan dan masyarakat menyebut sungai itu Kali Bakal (calon sungai). Penamaan itu tampaknya rancu, mestinya Kali Baka atau Sungai Baka. Kasus pemindahan aliran Sungai Pelus sama pada kasus pembangunan candi Prambanan. Apa yang disebut dengan Makam Astana Dhuwur Mbah Karta adalah reruntuhan candi yang tidak terpelihara. Anehnya, orang Belanda yang membangun bendungan itu malah memanfaatkan batu-batu candi tersebut.
Catatan mengenai reruntuhan candi tersebut tidak dicantumkan dalam artikel yang
ditulis oleh Van Dapperen (1932). Agaknya penulis Belanda tersebut belum mengobservasi situs-situs bagian bawah aliran Sungai Pelus. Di samping, Astana
Dhuwur, juga ada Astana Rawen sebagai pemujaan dewa matahari (Suryya). Di Arcawinangun, ada pantangan pertunjukan wayang kulit dengan lakon Parikesit, lakon pasca-perang Baratayuda. Hubungan Arcawinangun dengan Mersi diposisikan dalam cerita itu. Mersi menurut cerita tutur disebut sebagai tempat tinggal maharesi, Durna. Aswatama dari Mersi mencoba membunuh Parikesit, tetapi ia sendiri yang terbunuh dan jasadnya dibuang ke dalam saluran air bawah tanah seperti dinyatakan oleh cerita tutur versi lain. Reruntuhan candi di Arcawinangun selain dihubungkan dengan Adipati Kabakan dan cerita wayang Parikesit, juga direlasikan dengan cerita Kamandaka seperti yang dituturkan teks Babad Pasir. Namun, kiranya reruntuhan candi itu berasal dari masa yang tidak terlalu jauh setelah Prambanan. Tokoh Baka sering dihubungkan dengan perebutan kekuasaan antara Rakai Pikatan dan Balaputradewa. Tokoh Baka juga dekat sekali dengan kisah legenda candi Prambanan.
Keberadaan Pasirluhur menurut teks Babad Pasir merupakan sejarah panjang dari masa Hariang Banga (dari zaman Mataram Kuna) hingga Banyak Belanak yang berkuasa pada masa Demak. Pasirluhur adalah kerajaan merdeka yang menggalang kesatuan konsentris dengan 25 negeri, tetapi lebih menonjolkan relasinya dengan Pajajaran. Pajajaran diperhitungkan sebagai kekuatan yang terdekat dengan Pasirluhur, selain Majapahit. Teks Babad Pasir menggambarkan ada tiga kekuatan di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran (di arah barat), Pasirluhur (di tengah), dan Majapahit (di timur). Pada masa Majapahit, di Banyumas muncul kekuatan lain, yaitu Wirasaba, sebagai kerajaan daerah bawahan Majapahit. Wirasaba identik dengan Paguhan yang secara berangsur-angsur berubah menjadi Paguwon atau Peguwon. Desa Paguwon sebagai sisa-sisa kadipaten Wirasaba yang sekarang terletak di kota Purwokerto yang dipilih untuk menggantikan ibu kota Kabupaten Ajibarang.
Awal-mula berdirinya Kabupaten Ajibarang ketika Perang Diponegoro selesai, Banyumas sebagai daerah mancanegara kilen diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan dibentuk Karesidenan Banyumas. Di Banyumas, ada dua pejabat wedana bupati, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Wafatnya Kangjeng Raden Adipati Mertadiredja I atau Bratadiningrat pada tanggal 23 September 1830 (6 Rabingulakir 1758 Je) (Soedarmadji, 1991:48) yang menjadikan Tumenggung Sokaraja, Bratadimedja diangkat sebagai penggantinya dengan gelar nunggak semi Mertadiredja II. Ketika pembentukan Karesidenan Banyumas, Kasepuhan dan Kanoman dihapuskan.
Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch membuat surat keputusan (berupa rencana pembentukan Karesidenan, afdeeling, dan kabupaten di Karesidenan Banyumas) tertanggal 18 Desember 1830 yang hanya menyebut empat kabupaten, yaitu Banyumas (Banjoemas), Ajibarang (Adji-Baran), Dayeuhluhur (Daijoe-Loehoer), dan Purbalingga (Probolingo). Namun, dalam Resolutie van den 22 Agustus 1831, No.1 telah diangkat 5 orang pejabat bupati di Karesidenan Banyumas, yakni:
(1) Ngabehi Cakranegara dari Purwokerto diangkat menjadi bupati Banyumas,
(2) Raden Tumenggung Mertadiredja II, Wedana Bupati Kanoman Banyumas diangkat menjadi Bupati Ajibarang,
(3) Ngabehi Dipayuda dari Ngayah diangkat menjadi Bupati Banjarnegara,
(4) Tumenggung Prawiranegara tetap di Dayeuhluhur, dan
(5) Tumenggung Dipakusuma tetap di Purbalingga. Kelima pejabat di atas semuanya memakai gelar raden tumenggung (Priyadi, 2004: 159).
Tabel 3 yang menunjukkan karier Kangjeng Kalibogor, yaitu tokoh bupati pertama yang dimakamkan di Kalibogor, yaitu Kangjeng Pangeran Arya Mertadiredja II, yang wafat pada tanggal 20 September 1853 (Soedarmadji, 1991: 51) adalah tokoh yang mendirikan kota Purwokerto.
Tabel 3.
Karier Kangjeng Kalibogor
No. / Nama Jabatan / Nama Pejabat / Awal Jabatan
1. / Mantri Anom / Kraton Surakarta / Mas Wirjanadpada
2. / Ngabehi Sokaraja / Raden Ngabehi Sumadiredja / 13 Mei 1815
3. / Ngabehi Sokaraja / Ngabehi Bratadimedja / 26 Juli 1825
4. / Tumenggung Sokaraja / Tumenggung Bratadimedja / 21 Juni 1830
5. / Wedana / Bupati Banyumas Kanoman / Raden Tumenggung Mertadiredja II / 21 Nopember 1830
6. / Bupati Ajibarang / Raden Adipati Mertadiredja II / 22 Agustus 1831
7. / Bupati Purwokerto / Raden Adipati Mertadiredja II / 6 Oktober 1832
(Sumber : Soedarmadji, 1991: 46 – 51).
Raden Adipati Mertadiredja II berdasarkan Resolutie No. 1 tertanggal 22 Agustus 1831 menjabat bupati Ajibarang yang secara legenda menggantikan Tumenggung Jayasinga dengan wilayah meliputi distrik Purwokerto, Ajibarang, Jatilawang, dan Jambu (Atmodikoesoemo, 1988: 85). Jayasinga terkenal juga dengan nama Singadipa. Tokoh ini adalah salah seorang pemimpin Perang Jawa yang berasal dari Ajibarang. Menurut kepercayaan masyarakat Ajibarang, munculnya angin topan itu disebabkan oleh Raden Adipati Mertadiredja II mengambil putri Singadipa menjadi anak angkat. Singadipa adalah orang Banyumas yang menjadi anak buah Pangeran Diponegoro yang sangat anti-Belanda. Bupati Ajibarang pada waktu itu adalah bawahan Belanda sehingga Singadipa yang sedang menyamar tidak mengizinkan maksud Raden Adipati Mertadiredja II. Angin topan yang diceritakan secara tutur berlangsung 40 hari 40 malam menyebabkan kerusakan yang parah sehingga ibu kota dipindahkan ke desa Peguwon.
Perpindahan ke Purwokerto tercatat oleh Pangeran Mertadiredja III pada tanggal 6 Oktober 1832 (Soedarmadji, 1981: 5 & 1991: 51). Jadi, kabupaten Ajibarang hanya berlangsung dari tanggal 22 Agustus 1831 hingga 6 Oktober 1832. Jadi, hanya 1 tahun 1 bulan 15 hari. Perpindahan ke Purwokerto menjadikan Raden Adipati Mertadiredja II disebut sebagai pendiri kota Purwokerto dan tanggal 6 Oktober 1832 adalah hari jadi kabupaten atau kota Purwokerto sebagai pusat politik baru. Nama Kabupaten Ajibarang diganti dengan nama Kabupaten Purwokerto. Tabel 4 menunjukkan para bupati yang pernah
menjabat di Purwokerto sebelum dihapuskan pada tanggal 1 Januari 1936.
Penghapusan Kabupaten Purwokerto pada tanggal 1 Januari 1936 dan digabung dengan Kabupaten Banyumas, terdapat dua ibu kota kabupaten, yakni Banyumas dan Purwokerto. Pada waktu itu, Banyumas adalah kota terbesar di karesidenan Banyumas. Banyumas sebelum Belanda mengambil alih adalah ibu kota mancanegara kilen dengan ukuran luas alun-alun yang berbeda dengan kabupaten lainnya. Kabupaten Purwokerto adalah kabupaten kecil. Bupati Banyumas pada waktu itu adalah Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata, bukan Kangjeng Pangeran Arya Gandasubrata seperti disebut oleh Brotodiredjo & Ngatidjo Darmosuwondo (1969: 83) pada buku karya bersama mereka. Ibu kota karesidenan dan kabupaten Banyumas dipindahkan ke Purwokerto pada tanggal 26 Pebruari 1936. Pendapa Si Panji dipindahkan ke Purwokerto pada bulan Januari 1937, sedangkan Raden Tumenggung Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata pindah ke Purwokerto pada tanggal 5 Maret 1937 (Soedarmadji, 1981: 6). Dipindahkannya Pendapa Si Panji disebabkan oleh perkiraan bahwa pendapa kabupaten Purwokerto akan roboh karena banyak tiang kayunya yang keropos, sebaliknya Pendapa Si Panji yang usianya jauh lebih tua ketika dibongkar tidak ada bagian yang rusak (Gandasubrata, 1952: 28).
Mengapa Sudjiman lebih memilih Purwokerto sebagai ibu kota kabupaten Banyumas?
Menurut Sudjiman, kota Purwokerto lebih strategis dan dapat berkembang seiring dibukanya jalan kereta api. Namun, alasan yang subjektif adalah:
Tabel 4.
Para Pejabat Bupati Purwokerto
No. / Periode / Nama Pejabat Bupati / Keterangan
1. / 1832 – 1853 / Kangjeng Pangeran Arya Mertadiredja II / Putra Mertadiredja I, wedana bupati Kanoman Banyumas.
2. / 1853 – 1860 / Raden Tumenggung Djojodiredjo / Putra Ngabehi Kertodiredjo,
Menantu Mertadiredja II.
3. / 1860 – 1879 / Raden Adipati Mertadiredja III / Pensiun dengan Gelar Kangjeng
Pangeran Arya, Pindah ke Banyumas.
4. / 1879 – 1882 /Raden Tumenggung Tjokrosaputro / Adik Tumenggung Tjokronegoro II,
mantan bupati Banyumas.
5. / 1882 – 1885 / Lowong Tidak ada bupati.
6. / 1885 – 1905 / Raden Mas Tumenggung Tjokrokusumo / Putra Tumenggung Tjokronegoro II
7. / 1905 – 1920 / Raden Tumenggung Tjokronegoro III / Adik Tumenggung Tjokrosaputro
8. / 1920 – 1924 / Lowong Tidak ada bupati.
9. / 1924 – 1936 / Raden Tumenggung Tjokroadisurjo / Putra Raden Tjokronegoro, bupati
Ponorogo
10. / 1-1-1936 / Kabupaten Purwokerto dihapus / Masuk Kabupaten Banyumas.
(Sumber: Oemarmadi & Koesnadi, 1964: 38).
Sudjiman terlalu mencintai kota Purwokerto seperti kakeknya karena kota itu didirikan oleh kakek buyutnya, Kangjeng Pangeran Mertadiredja II. Kefanatikan Sudjiman terhadap Purwokerto menyebabkan dua orang anaknya diberi nama Adjito, mantan Kepala Pengadilan Negeri Semarang (akronim Ajibarang-Purwokerto) dan Purwoto, mantan Ketua Mahkamah Agung RI (akronim dari Purwokerto).
SIMPULAN
Bacaan yang tepat untuk nama kota Purwokerto adalah Purwakerta. Bacaan Purwokerto adalah bacaan yang memakai bahasa Jawa Yogya-Solo sebagai acuan. Orang-orang Banyumas sendiri menyebut Purwokerto dengan bacaan Puraketa, Praketa, atau Prakerta.
Tanggal 6 Oktober 1832 adalah tanggal bersejarah karena sejak itu,muncul kabupaten Purwokerto setelah kepindahannya dari Ajibarang. Kota Purwokerto dibangun di desa Paguwon atau Peguwon yang diduga merupakan wilayah Kadipaten Wirasaba atau bagian dari daerah kerajaan Paguhan, yaitu suatu kerajaan di bawah Majapahit. Raden Adipati Mertadiredja II adalah perintis atau
pendiri kota Purwokerto sehingga Purwokerto menjadi ibu kota kabupaten Puwokerto setelah kepindahannya dari Ajibarang. Mertadiredja II (pensiun gelar Kangjeng Pangeran) adalah bupati pertama yang dimakamkan di Kalibogor sehingga beliau disebut Kangjeng Kalibogor. Pada tanggal 1 Januari 1936, kabupaten Purwokerto dihapus dan wilayahnya digabungkan dengan kabupaten Banyumas.
Tanggal 26 Pebruari 1936, ibu kota kabupaten dan karesidenan dipindah ke Purwokerto.
Rabu, 04 April 2012
Padjadjaran Indonesia
1. SEJARAH
- Berdiri sejak zaman kerajaan Padjadjaran di Jawa Barat
- Solo, 24 Februari 1969
- Penetapan akta notaris Apit Wijaja SH, No 64 tanggal 21 September 1982 di Bandung.
- Bentuk : YAYASAN GEMA PADJADJARAN
- Bersifat Profesi di bidang PENDIDIKAN, SOSIAL BUDAYA dan OLAH RAGA
2. PENDIRI
- BERDASARKAN AKTA
- Raden Azhari Abdullah Kusumabrata, SH
- Drs. Raden Iing Kosim
- Muhammad Ojib Andadinata, SH
- Tubagus Syarief
- BERDASARKAN SEJARAH
- Raden Azhari Abdullah Kusumabrata, SH
- Eddy Dompas Dwiyana B.Sc
- Aom Lukman
- Drs. Raden Iing Kosim
3. BIDANG KEILMUAN
- Jurus Tangan Kosong
- Pencak Silat
- Judo
- Karate
- Yui Yit Tsu
- Jurus Dengan Senjata
- Golok
- Toya
- Selendang
- Golok Kembar
4. JANJI SISWA
Kami
siswa pendidikan pembelaan diri padjadjaran indonesia
BERJANJI- Akan setia pada pancasila dan undang – undang dasar 1945
- Akan senantiasa menjunjung tinggi derajat dan martabat pendidikan
- Sanggup dengan penuh kesadaran menjalankan aturan tertulis maupun tidak tertulis dalam lingkungan pendidikan
- Memahami bahwa pendidikan pembelaan diri padjadjaran indonesia bertindak dengan prinsip kehormatan sebagai dasar
5. SUMPAH SISWA
Demi ALLAH saya sebagai pendidikan pembelaan
diri padjadjaran indonesia bersumpah :
- Akan mengamalkan dan mendharmabaktikan ilmu yang di dapat untuk masyarakat, negara bangsa Indonesia serta mengabdi kepada keadilan dan kebenaran.
- Akan menolong, berbuat jujur dan adil, bijaksana terhadap sesama makhluk dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan terlarang menurut Agama.
- Akan patuh, setia dan menghormati pimpinan guru dan orang tua.
- Tidak akan berbuat sombong sewenang-wenang dan berbohong.
- Tidak akan mempergunakan ilmu yang didapat untuk kejahatan, perampokan daan perkelahian.
- Bila ternyata saya melanggar sumpah saya, saya bersedia dikenai sanksi hukuman dipecat dari keanggotaan dan diadili oleh peradilan pendidikan
Mystery Of Atlantis
Misteri lenyapnya kota Atlantis mungkin segera terungkap. Paling tidak satu tim peneliti AS mengklaim berhasil menemukan metropolis kuno legendaris yang hilang itu di lapisan lumpur wilayah Spanyol selatan. Satu kota dengan peradaban maju di masa kuno yang kemungkinan lenyap tersapu tsunami ribuan tahun lalu.
Richard Freund, profesor di University of Hartford, Connecticut, yang memimpin tim peneliti itu menegaskan bahwa kekuatan yang melenyapkan Atlantis dalam satu malam kemungkinan besar adalah tsunami.
Untuk memecahkan misteri kota yang hilang itu, tim tersebut menggunakan foto satelit di daerah yang dicurigai sebagai lokasi Atlantis yang ditemukan di utara Cadiz, Spanyol. Mereka yakin bahwa situs yang terendam di lapisan lumpur rawa-rawa Dona Ana Park itu memang Atlantis berdasarkan identifikasi ciri-cirinya yang dominan berbentuk multi cincin.
Sebelumnya tim arkeolog dan ahli geologi pada tahun 2009 dan 2010 menggunakan kombinasi radar kedalaman tanah, pemetaan digital, dan teknologi bawah air untuk melakukan survei terhadap situs tersebut.
Hasil temuan tim Freund di wilayah tengah Spanyol tengah berupa serangkaian “kota peringatan” yang dibangun dalam ciri Atlantis oleh kaum pengungsi setelah penghancuran kota yang diduga kuat akibat hantaman tsunami. Warga Atlantis yang selamat dari bencana hari mengerikan itu melarikan diri ke pedalaman dan membangun kota baru di tempa pengungsian mereka.
Temuan tim ini akan ditayang pada Minggu ini dalam siaran khusus National Geographic Channel berjudul “Finding Atlantis”.
Sumber tertulis mengenai Atalantis pertama kali diketahui dari karya filsuf Yunani Plato yang menguraikan soal keberadaan kota itu sekitar 2.600 tahun lalu. Ia menggambarkannya sebagai “sebuah pulau yang terletak di depan selat yang disebut Pilar Hercules -yang kemudian diidentifikasi sebagai Selat Gibraltar- di zaman kuno. Berpedoman pada catatan Plato sebagai peta, pencarian pun difokuskan pada kawasan Mediterania dan Atlantik yang diperkirakan sebagai lokasi terbaik untuk membangun kota tersebut.
Perdebatan mengenai keneradaan Atlantis telah berlangsung selama ribuan tahun. “Dialog” dari masa 360 SM merupakan satu-satunya sumber informasi sejarah yang diketahui mengenai kota ikonik tersebut. Plato menyebutkan pulau sebagai Atlantis “dalam satu hari dan malam … menghilang ke kedalaman laut.”
Richard Freund, profesor di University of Hartford, Connecticut, yang memimpin tim peneliti itu menegaskan bahwa kekuatan yang melenyapkan Atlantis dalam satu malam kemungkinan besar adalah tsunami.
Untuk memecahkan misteri kota yang hilang itu, tim tersebut menggunakan foto satelit di daerah yang dicurigai sebagai lokasi Atlantis yang ditemukan di utara Cadiz, Spanyol. Mereka yakin bahwa situs yang terendam di lapisan lumpur rawa-rawa Dona Ana Park itu memang Atlantis berdasarkan identifikasi ciri-cirinya yang dominan berbentuk multi cincin.
Sebelumnya tim arkeolog dan ahli geologi pada tahun 2009 dan 2010 menggunakan kombinasi radar kedalaman tanah, pemetaan digital, dan teknologi bawah air untuk melakukan survei terhadap situs tersebut.
Hasil temuan tim Freund di wilayah tengah Spanyol tengah berupa serangkaian “kota peringatan” yang dibangun dalam ciri Atlantis oleh kaum pengungsi setelah penghancuran kota yang diduga kuat akibat hantaman tsunami. Warga Atlantis yang selamat dari bencana hari mengerikan itu melarikan diri ke pedalaman dan membangun kota baru di tempa pengungsian mereka.
Temuan tim ini akan ditayang pada Minggu ini dalam siaran khusus National Geographic Channel berjudul “Finding Atlantis”.
Sumber tertulis mengenai Atalantis pertama kali diketahui dari karya filsuf Yunani Plato yang menguraikan soal keberadaan kota itu sekitar 2.600 tahun lalu. Ia menggambarkannya sebagai “sebuah pulau yang terletak di depan selat yang disebut Pilar Hercules -yang kemudian diidentifikasi sebagai Selat Gibraltar- di zaman kuno. Berpedoman pada catatan Plato sebagai peta, pencarian pun difokuskan pada kawasan Mediterania dan Atlantik yang diperkirakan sebagai lokasi terbaik untuk membangun kota tersebut.
Perdebatan mengenai keneradaan Atlantis telah berlangsung selama ribuan tahun. “Dialog” dari masa 360 SM merupakan satu-satunya sumber informasi sejarah yang diketahui mengenai kota ikonik tersebut. Plato menyebutkan pulau sebagai Atlantis “dalam satu hari dan malam … menghilang ke kedalaman laut.”
Langganan:
Postingan (Atom)